Senin, 22 November 2010

Peranan stakeholder dalam mengatasi penyakit Malaria dan PD3I


Peranan stakeholder dalam mengatasi penyakit Malaria dan PD3I
            Disseminasi merupakan tindakan penyebarluasan informasi surveilans kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders), agar dapat dilakukan action secara cepat dan tepat.
Stakeholder adalah “any group or individual who can affect or is affectd by the achivement of the organization’s objectives”. (Freeman,1984). Stakeholder merupakan  orang-orang dan atau badan yang berkepentingan atau terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan kesehatan.
Secara kategoris, stakeholders dapat dikelompokkan menjadi:
1. Stakeholder yang terkena dampak dari kebijakan, terdiri dari:
a.  Kelompok Warga Setempat
b. Warga sesuai dengan kelompok kegiatannya, seperti kelompok nelayan, buruh tani, pemakai air, forum agama dan sebagainya.
2. Stakeholders yang mengawasi kebijakan, terdiri dari:
a.  DPR, DPRD I dan DPRD II
b. LSM, Pers/Media Massa, Forum Warga, Partai politik, Asosiasi Profesi dan perguruan Tinggi.
3. Stakeholders kelompok interest dan Presure Group yang terkait kebijakan, terdiri dari
a. partai politik, LSM, pengusaha, forum warga, asosiasi profesi, Perguruan Tinggi dan kelompok mediasi.

            Secara kesehatan stakeholders dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
1.    Stakeholder aktif adalah stakeholder kunci, karena mempunyai wewenang resmi. Contoh : Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Kementrian pendidikan, Dinas Pendidikan dll.
2.    Stakeholder pasif adalah stakeholder pendukung, karena sebagai kelompok target dari implementasi sistem kesehatan. Contoh : masyarakat publik dan swasta.

Peranan stake holder dalam mengatasi penyakit
A.     Malaria
Penyakit malaria merupakan penyakit menular disebabkan oleh Plasmodium (Klas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah. Di Indonesia dikenal 4 (empat) macam spesies parasit malaria yaitu P. vivax sebagai penyebab malaria tertiana, P. falciparum sebagai penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria otak dengan kematian, P. malariae sebagai penyebab malaria quartana, P. ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat jarang ditemukan (Depkes RI, 1999; Depkes RI, 2000). Penduduk yang terancam malaria pada umumnya adalah penduduk bertempat tinggal di daerah endemis malaria baik daerah yang kategori daerah endemis malaria tinggi dan daerah endemis malaria sedang diperkirakan ada sekitar 15 juta (Depkes RI, 2001).
Proses terjadinya penularan malaria di suatu daerah meliputi 3 (tiga) faktor utama yaitu : (a) Adanya penderita baik dengan adanya gejala klinis ataupun tanpa gejala klinis; (b) Adanya nyamuk atau vektor; (c) Adanya manusia yang sehat (Depkes RI, 1999a).
Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan terus menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab kejadian kesakitan serta yang berkaitan dengan sehat dan sakit, yang kegiatannya meliputi : pengumpulan, analisis, penafsiran dan penyebaran data dan dianggap sangat berguna untuk penanggulangan penyakit secara efektif. Surveilans malaria merupakan suatu sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk lebih memantapkan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria.
Peranan stakeholders dalam penyakit malaria adalah :
a.   Petugas kesehatan ( entomolog dan sanitarian)
Petugas kesehatan (entomolog dan sanitarian) dapat berperan sebagai pihak yang secara teknis dalam penanggulangan nyamuk Anopheles sp. Penanggulangan nyamuk Anopheles sp dapat dilakukan berbagai cara salah satunya dengan pemutusan siklus hidup nyamuk. Dalam pemutusan siklus hidup nyamuk perlu memperhatikan kebiasaan nyamuk (entomolog). Sehingga petugas kesehatan tepat dalam penanggulangan vektor penyakit malaria.
b.    Dinas kesehatan
Dinas kesehatan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif yang memiliki kewenangan resmi. Sehingga peran yang diharapkan dari dinas kesehatan yaitu program-program penanggulangan penyakit malaria berbasis lingkungan dan pengobatan (penyuluhan,pengendalian,dan pemberian gizi).
c.    Dinas pendidikan
Dinas pendidikan perlu mempunyai perencanaan program pendidikan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan yang salah satunya adalah penyakit malaria, sehingga pada usia dini siswa telah mengerti tentang penyakit malaria.
d.    Dinas perkebunan
Dinas perkebunan berperan pula dalam program-program pemutusan rantai nyamuk anopheles yaitu pada stdium larva atau pun dewasa. Sebab pada daerah perkebunan dimungkinkan banyak terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat hidup larva nyamuk anopheles. Program tersebut diberikan kepada para pengelola perkebunan yang bekerja di lapangan sehingga bila terdapat genangan air segera di tutup.
e.    Dinas pertanian
Dinas pertanian mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, sehingga program-program yang erat kaitannya dengan penanggulangan penyakit malaria perlu diperhatikan. Karena jentik nyamuk Anopheles sp mempunyai tempat hidup di air yang kontak langsung dengan tanah sehingga bagi para petani atai lainnya jika terdapat jentik nyamuk di sawah, kolam dan lainnya untuk segera dilakukan pengendalian. Sehingga dinas perhatian perlu memberikan pengetahuan tentang penyakit malaria kepada petani.
f.     Dinas perikanan
Dinas perikanan berperan dalam program pendidikan kepada masyarakat yang mempunyai kolam untuk aktif dalam pengendalian nyamuk anopheles pad stdium larva. Sehingga bila di kolam terdapat larva langsung dilakukan pengendalian contohnya 3M atau ikannisasi dengan ikan predator (cupang,ikan mas)
g.    Dinas Peternakan
Dinas peternakan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, program-program yang berkaitan dengan pemutusan rantai nyamuk anopheles pada stadium larva. Sebab habitat hidup larva nyamuk tersebut di air yang langsung berhubungan tanah. Dimungkinan di daerah peternakan terdapat genangan air atau tempat minum yang dapat menjadi tempat hidup jentik nyamuk. Pemberian pengetahuan kepada peternak untuk aktif dalam pengendalian jentik nyamuk.
h.    Masyarakat
Masyarakat sebagai stakeholder pasif mempunyai peran untuk melaksanakan program dinas kesehatan yang salah satunya program PSN/ 3M, sehingga dengan kegiatan psn yang dilakukan oleh masyarakat juga akan membantu tugas-tugas dari petugas kesehatan.

B.     PD3I
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah pengebalan ( Imunisasi ). Bahwa Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain : TBC ANAK, HEPATITIS B,  DIFTERI, TETANUS, PERTUSIS, POLIO,dan CAMPAK.
                        Peran stakeholder dalam penyakit PD3I adalah
a.      Kementrian kesehatan
Dalam hal ini kementrian kesehatan berperan sebagai penyandang dana dalam pelaksanaan program. Sehingga dengan adanya dana yang memadai program dapat terlaksana dengan optimal.
b.      Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan berperan dalam pengadaan imunisasi yang nantinya akan di salurkan ke puskesmas-puskesmas. Sehingga dalam program imunisasi perlu melihat kebutuhan imunisasi tiap puskesmas. Perlu diperhatikan pula kualitas imuniasi yang akan diberikan. Melakukan pula penyuluhan/promosi kesehatan akan pentingnya imunisasi dan penanganan KLB penyakit PD3I.
c.      Dinas pendidikan
Dinas pendidikan berperan dalam mendukung program lima imunisasi dasar yang dilakukan di sekolah-sekolah sesuai dengan cakupan wilayah puskesmas. Sehingga perlu memperhatikan pentingnya imunisasi bagi siswa-siswi agar terhindar dari penyakit. Dengan siswa yang sehat maka proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan prestasi siswa akan meningkat.
d.      Masyarakat
Masyarakat berperan aktif dalam mengikuti program imunisasi yang dilakukan baik di puskesmas atau di posyandu terdekat. Sehingga cakupan program imunisasi akan tinggi dan mengurangi kantong-kantong daerah yang memiliki endimisitas tinggi akan penyakit oleh PD3I.
e.      Posyandu
Posyandu berperan untuk melaksanakan program imunisasi sesuai dengan jadwal program dan selalu menginformasikan kepada masyarakt untuk rajin dalam melakukan imunisasi. Serta menyediakan tempat sarana pelayanan masyarakat yang baik.
f.       Kader kesehatan
Kader kesehatan berperan untuk memberikan informasi kepada manyarakat akan penting imunisasi serta mendaftar balita yang membutuhkan imunisasi yang kemudian dilaporkan ke puskesmas.
g.      Puskesmas
Puskesmas berperan dalam memantau kegiatan imunisasi yang dilakukan di posyandu atau sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain. Serta memantau pemberian imunisasi kepada balita sudah sesuai atau belum.




Sabtu, 06 November 2010

DESAIN PENELITIAN


                                                        DESAIN PENELITIAN


1. COHORT
    Menurut Murti (1997), penelitian cohort adalah rancangan penelitian epidemologi yang mempelajari hubungan antara pajanan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpajan (faktor penelitian) dan kelompok tak terpajan berdasarkan status penyakit, pada umumnya rancangan cohort merupakan penelitian epidemologi longiyudinal prospektif, yaitu :
      a. Dimulai dati status keterpajanan
      b. Arahnya selalu maju (prospektif)
   Artinya penelitian dimulai dengan mengidentifikasi status pajanan faktor risiko. Pada saat mengidentifikasi faktor risiko, semua subyek penelitian (kelompok terpajan faktor risiko dan kelompok tidak terpajan faktor risiko) harus bebas dari penyakit atau efek yang diteliti. Setelah itu subyek-subyek dengan maupun tanpa pajanan faktor risiko diiluti terus secara prospektif sampai timbul efek (penyakit tertentu). 
    Secara sistematis, rancangan penelitian cohort dapat digambarkan sebagai berikut :
    Skematis rancangan penelitian cohort adalah :




Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih populasi dan kelompok pembanding dalam penelitian cohort adalah sebagai berikut :
  I. Populasi
     a) Relatif harus stabil
     b) Mudah diamati dan terjangkau
     c) Memiliki derajat keterpaparan penyakit yang diamati
     d) Tidak sedang menderita penyakit yang diamati
 II. Kelompok pembanding
     a) Penduduk dari kelompok kohort yang sama
     b) Populasi umum dan populasi kohort
     c) Populasi lain yang memiliki keadaan hampir sama kecuali faktor pemajan

  Kelebihan Rancangan Cohort
  1) Dapat melihat hubungan satu penyebab terhadap beberapa akibat
  2) Dapat mengikuti secara langsung kelompok yang dipelajari
  3) Dapat menemukan mana yang lebih dulu (causa atau efek)
  4) Biasnya lebih kecil

 Kekurangan Rancangan Cohort
 1) Membutuhkan biaya yang relatif mahal
 2) Lama dalam persiapan dan hasil yang diperoleh
 3) Hanya bisa mengamati satu faktor penyebab
 4) Kurang efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka/jarang atau penyakit yang bersifat kronik
 5) Mempunyai risiko untuk hilangnya subyek/drop out selama penelitian, karena migrasi, partisipasi rendah atau meninggal.

Tahapan Penelitian Cohort :
  1. Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
  2. Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian
  3. Mengidentifikasi subjek dari populasi
  4. Observasi
  5. Mengolah dan menganalisis data.

Analisis
a. Insiden Risk (IR)
b. Attributable Risk = IRkelompok terpajan – IRkelompok tidak terpajan
c. Relative Risk (RR)

Rumus Tabel :


Eksposure
Out come/ efek
Jumlah
Ya
Tidak
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
N

  1. Insiden Risk ( IR ) = a/ (a+b)
  2. Relative Risk ( RR ) = IR kelompok terpapar : IR kelompok tidak terpapar = (a/a + b) : (c/c + d)
  3. Attributable Risk = IR kelompok terpapar – IR kelompok tidak terpapar 

Interpretasi
  •  RR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok terpajan sama dengan kelompok tidak terpajan.
  •  RR > 1 ; Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
  •  RR < 1 ; Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit 


2. CASE CONTROL 
    Penelitian case control adalah rancangan penelitian epidemologi hubungan antara pajanan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status pajanannya. 
    Penelitian case control merupakan penelitian epidemologi longitudinal restrospektif, yaitu :
        a. Dimulai dari status outcome (akibat/efek) baru kemudian sebab/eksposure. 
        b. Arahnya mundur 

    Skematis rancangan penelitian case control adalah :


    Dalam penelitian ini terdapat 2 kelompok sampel yaitu sampel kasus dan sampel kontrol. 
   A. Sampel kasus, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain : 
       1. Kriteria diagnosis (dan definisi operasional); harus dibuat dengan jelas agar tidak menimbulkan bias informasi. 
       2. Populasi sumber kasus; dapat berasal dari rumah sakit atau masyarakat. 
   B. Sampel kontrol, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain : 
       1. Karakter sumber populasi kasus; kontrol harus dipilih dari populasi yang karakteristik serupa dengan populasi asal kasus, tapi tidak memiliki penyakit yang diteliti. Sumber populasi dalam memilih kontrol adalah rumah sakit populasi umum, tetangga, teman, atau kerabat keluarga. 
      2. Keserupaan antara kasus dan kontrol. 
      3. Pertimbangan praktis dan ekonomis. 

Kelebihan CASE CONTROL adalah relatif lebih murah dan cepat memperoleh hasil dan cepat dalam persiapan survey. Baik dilaksanakan untuk penyakit yang jarang/langka atau penyakit yang masa latennya panjang/masa inkubasinya lama serta dapat melihat hubungan beberapa penyebab terhadap satu akibat. 

Kekurangan CASE CONTROL 
1) Sulit menentukan kelompok kontrol yang tepat 
2) Karena waktu proses sudah berlalu, maka sulit mendapatkan informasi yang akurat 
3) Adanya pengaruh faktor luar, dan tidak dapat diketahui lebih mendalam mekanisme hubungan sebab akibat 4) Tidak dapat menemukan Relatif Risk secara langsung 
5) Sulit menentukan apakah “causa” mendahului “effect” 
6) Sulit melihat pada effect ganda dari suatu causa tertentu 

Tahapan case control :
  1. Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
  2. Menetapkan variabel penelitian
  3. Menetapkan subjek penelitian
  4. Melakukan pengukuran variabel
  5. Analisis hasil

Analisis 
    Analisis data dalam penelitian case control dengan menghitung odds ratio (OR), yang merupakan estimasi relative risk. 

Rumus Tabel : 
 
Eksposure
Efek
Jumlah
Ya 
Kasus
Tidak 
Kontrol
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
N
 
Odds Ratio = ad : bc
Confidence Interval Odds Ratio = upper OR ( 1+Z/X )
    = lower OR ( 1- Z/X )


Interpretasi 
  • OR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok terpajan sama dengan kelompok tidak terpajan. 
  • OR > 1 ; Confient Interval (CI) > 1  faktor risiko menyebabkan sakit
  •  OR < 1 ; Confient Interval (CI) < 1  faktor risiko mencegah sakit 


3. CROSS SECTIONAL 
    Studi potong lintang atau cross sectional merupakan desain penelitian yang mempelajari hubungan penyakit (outcome) dan pajanan (exposure) dengan cara mengamati status pajanan dan penyakit serentak pada populasi tunggal. Pada suatu waktu atau periode. 

    Skematis rancangan penelitian cross sectional adalah : 

    Jadi penelitian ini mengukur prevalensi (data yang dihasilkan adalah data prevalensi, bukan data insidensi) keluaran status kesehatan dan determinan atau keduanya dalam populasi pada satu titik waktu atau periode waktu yang singkat, sehingga penelitian akan “memotret” frekuensi dan karakter penyakit serta pajanan faktor pnelitian pada suatu populasi pada saat tertentu. 

Tujuan studi cross sectional adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinannya pada populasi sasaran. 

Manfaat studi cross sectional adalah dapat menentukan besarnya masalah penyakit (dengan ukuran prevalens). 

Kelebihan studi cross sectional
1) Penyelesaian pengumpulan data yang cepat dan efisien. Selain tiu biasanya menggunakan masyarakat umum bsebagai sampel sehingga generalisasinya cukup memadai (bila perhitungan dan pengambilan sampelnya tepat) 
2) Untuk mempelajari faktor risiko penyakit yang mempunyai onset yang lama (slow onset) dan lama sakit (duration) yang panjang. 

Kekurangan studi cross sectional adalah penelitian cross secional ini sangat lemah bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal (sebab akibat) antara pajanan dan penyakit. 

Tahapan cross sectional :
1.      Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
2.       Mengidentifikasi variabel penelitian
3.       Menetapkan subjek penelitian
4.       Melakukan observasi/ pengukuran
5.   Melakukan analisis

Analisis  
a. Prevalen Risk (PR) 
b. Prevalen Ratio (PR) = Relative Risk (RR) 

Rumus Tabel : 
 
Pajanan
Out Come/Penyakit
Jumlah
Ya
Tidak
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d

Nilai RR yaitu:
a/(a+b) : c/(c+d)

 Interpretasi 
  •  RR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok terpajan sama dengan kelompok tidak terpajan. 
  • RR > 1 ; Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
  •  RR < 1 ; Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit


Referensi :
Heru Subaris K dkk. (2006). Manajemen Epidemologi. Media Pressindo. Yogyakarta
Kasjono HS, Kristiawan HB. (2008). Intisari Epidemologi. Mitra Cendekia Press. Yogyakarta